"SUGENG RAWUH"
...Selamat datang, semoga catatan ini menginspirasi Anda

Senin, 29 Agustus 2011

Kamu, IBU

Merintik airmata ibu di mata batinku,
saat aku mendapat keberhasilan, mendapat kesedihan
Mengulir segala memoar ibu yang selalu ada di setiap nafasku,
tangis, resah dan gelisah saat melihat ibu yang kini kian menua
Memandang paras yang begitu indah, tak peduli dengan keadaan diri
hanya anak-anaknya yang ada dipikiran ibu saat dulu, kini dan nanti
Aku anak durhaka, membuat amarah ibu membuncah, menebalkan urat kedengkian yang menjurus pada nafsu kekerasan
Bukan ini sosok ibuku yang sebenarnya, tapi ini adalah sebuah kasih yang tak pernah dapat ku lupa, atas sosokmu ibu
Maafkan anakmu, yang tetap berdiri diatas keangkuhanku, tak mengenali lagi benar dan salah yang tersaji
Maafkan anakmu, perempuan ini masih dengan kasih sayang luar biasa seperti pupuk yang setia pada tanaman
Tetaplah ajari aku untuk melakukan segala sesuatunya dengan dasar cinta, seperti yang kau lakukan padaku

Jumat, 26 Agustus 2011

ADIL, sesuatu yang amat menyulitkanku

Posisiku bukan sebagai "leader" hanya pemain belakang semata, dari para "leader" aku diharapkan untuk mengikuti apa mau mereka, meski aku sampai saat ini berusaha untuk menyanggupinya.
Tak berdaya, akan kata dan amarah, yang ada hanya "manut", aku sendiri sadar mereka seperti itu bukan untuk membuatku bingung atau membuat aku gerah dan akhirnya melarikan diri. Tapi itulah yang tidak disadari oleh para "leader" itu, dengan sikap dan sifat mereka yang ada aku semakin stress menghadapinya, dan sepertinya mereka tidak pernah tahu hal ini atau tak ingin tahu. Sungguh tega, memang. Tapi aku juga sangat tega, jika beranggapan seperti itu. Mungkin semua yang mereka lakukan padaku, entah mengekangku atau mambuat aku bingung, mereka selalu bilang ini untuk kebaikanku,,,tapi kebaikan dari sisi yang mana?? beritahu aku, sisi mana, jelas aku sendiri tak bisa melihat kebaikan itu karena yang ada hanya dua persimpangan pemikiran semata. Dan aku berada sebagai lampu yang berdiri melengkung di tengah persimpangan itu. Sampai kapan, aku berdiri disana, aku ingin beranjak pergi meski itu tak memilih untuk berjalan ke salah satu persimpangan yang ada didekatku, aku tak mau bukan berarti aku tak sayang mereka, tapi jika aku memilih akan ada ketidakadilan nantinya, sebenarnya pilihan yang akan nampak indah yaitu dengan memilih keduanya, namun semua itu amat sulit terealisasi. Inilah sebuah keadilan yang nampak jelas di atas ketidakjelasan perasaanku....

Senin, 22 Agustus 2011

Bawalah Aku Selagi Kau bisa

“ Teng… teng… teng… “ bel sekolah yang berbunyi dengan bangga walau umurnya sudah tak layak tuk dibanggakan. “ Alamak… Za, kau baru tahu kalau Danan sakit. Emm, aku curiga sakitnya Danan itu karena kamu, he… he… he… “, ejek Rama. “ Ram, aku nggak masalah kalau kamu suka iseng. But, jangan asal nuduh gitu donk… gini-gini juga aku gak bakal bisa buat Danan sakit tau “, jelas Zaky menanggapi tuduhan Rama. Di sudut koridor utara dekat dengan tempat dua sahabat itu bicara, aku hanya mampu menguping akan apa yang mereka bicarakan tanpa mampu lakukan sesuatu. Mungkin air langit yang jatuh saat ini yang mampu mewakili perasaanku….
“ Eh…. Za, itu ada apa kok anak-anak heboh banget “, suara Rama membangunkan lamunan Zaky dan diriku. “ Hush… bisa pelan dikit gak sih!!! Anak-anak pasti lagi liat mading, kan kemarin ada acara amal gitu, so…. “
“ Mending lihat aja yuk !! “, potong Rama sambil menarik Zaky lari menuju kerumunan di depan mading.

“ Whoey… nenk, kamu jadi ikut loncat indah gak? Sayang kan kalau pertandingan buat amal itu kamu sia-siakan… “, Tanya vivi dengan antusias. “ Sebenarnya aku juga ingin sih, tapi aku gak bisa tenang kalau Danan malah gak bisa ikut tanding basket kesukaannya itu… “, ucapku sambil menahan isak.
“ Udahlah… yang aku tahu Danan itu gak bakal nyerah hanya karena sakit… “, saran vivi.
“ Humf… aku hanya takut, Vi ”.

Siang ini terlalu menyengat hingga pori-pori di tubuhku tak sanggup menangkalnya. Tanpa sadar, aku dihentikan oleh mobil yang tak pernah kusangka. “ Masuk…. Ra. Aku mau ngomong… “ ucap suara orang dari dalam mobil dan itu aku kenal. “ Ambar??? Aku sebenarnya ….. “
“ udahlah, masuk dulu bukannya lebih enak bicara di dalam mobil “, tegas Ambar.
Aku tak pernah menyangka bisa bertemu ambar lagi. But , Ambar sekarang udah berubah lebih cantik, modis, semakin dewasa lagi. Tapi, aku… aku hanya mampu membuat semuanya kacau tanpa bisa menetralkannya kembali. Ra… maafin aku yah, aku tau sebenarnya aku gak pantes duduk berdekatan seperti ini “, sesal ambar yang mengharukan jiwaku. “ Kamu ini ngomong apa sih, Am? Memangnya aku istimewa sampe segitunya, aku tetap seperti dulu nggak ada yang berubah “, ucapku yang tak mampu untuk menatapnya.
“ Itulah …. Ra, sikapmu yang seperti ini membuat Danan tak pernah lagi mau memandangku… dia pikir gak akan ada cewek seperti dirimu saat ini “, ucap Ambar tak semangat.
***
Semua terasa begitu cepat berjalan, aku terlalu cepat tuk tak memikirkan Danan, yang jelas bahwa aku juga sangat mengaguminya. Terlalu cepat juga buat Ambar untuk mendapatkan Danan. Dan terlalu cepat bagi Danan dalam segala hal yang sedang dihadapinya, dan mungkin hanya aku yang tahu penyebab semua ini.
***
“Eh, Ra kok kamu bengong gitu, hayo lagi melamun apa nih?”, suara Ambar membuyarkan lamunanku.
“Eng..enggak kok Am. Oya, gimana kabarmu dan Danan sekarang?”, tanyaku supaya Ambar tidak curiga dengan lamunanku sesaat tadi.
“Baik, sangat baik. Kami seperti orang biasa saja, makan, nonton udah. Dia jarang telepon dan sms, yah aku tahu sih dia emang gak pernah suka dengan cara begituan. Tapi sebagai cewek kebanyakan, aku juga pengen di perhatiin, dengan setidaknya 3 kali telepon gitu. Humf, tapi sekarang dia udah coba SMS aku ^^”, jelasnya dengan raut wajah sumringah.
Andai aku gak bicara macam-macam sama Danan, mungkin ini semua gak bakal terjadi. Dan mulai detik ini, detik dimana aku melihat senyum Ambar, aku akan berusaha untuk menetralkan kembali selisih pahamku dengan Danan, semoga itu akan membantu hubungan Ambar dan Danan.
***
Tok..tok..tok
“Siapa?”.
“Saya Rara, tante. Em…Danan ada?”, tanyaku tanpa basa-basi.
“Oh, Rara. Apa kabar? Kok lama sekali ya, gak main kesini. Danan gak ada teman tuh”, jelas tante Ima (ibu Danan) sambil membuka pintu.
“Maaf, tante. Saya banyak urusan jadi jarang kemari”, jelasku
“Tenang saja, dimaafkan kok. Danan ada ditaman belakang langsung masuk aja ya, Ra”.
**
Aku gak salah masuk nih, tiba-tiba aku udah ada dirumah Danan. Kenapa hatiku malah berdegup kencang seperti ini? Apakah ini yang dirasakan para penjahat saat masuk ruang persidangan? Atau saat pencuri ketangkap basah mencuri ayam tetangganya?.
“Tumben, gak salah masuk kamu kesini? Kayaknya rumahmu masih beberapa blok dari sini, apa saat ini kamu lagi bad mood?”, ucap Danan.
Apa??? Danan mengulang semua kata-kataku beberapa bulan lalu saat dia datang kerumah.
“Maksudmu apa Dan? Kalau loe gak suka, tinggal loe usir gue. Padahal gue datang dengan maksud baik, tapi apa sambutan dari loe”, tegasku gak mau kalah.
“Eh, yang bener aja yah, aku gak akan mau ngusir kamu, bikin reputasiku anjlok aja. Kamu punya kaki, kesini juga pakai kaki, harusnya keluar dari sini juga pakai tuh kaki kamu sendiri secara sadar”, bicara dengan kasarnya.
Aku gak punya kata-kata pemungkas tuk melawan Danan, mending aku pergi dari sini dan mencancel semua rencanaku.
“Tunggu…”, teriak Danan sambil menarik tangan kananku.
“Kenapa kamu gak pernah berubah, Ra?. Maaf aku gak bermaksud membuat kamu jadi bad mood gini”, terang Danan dengan lembutnya.
Aku gak nyangka, udah lama aku gak berhubungan dengan dia. Tapi sifatnya sama sekali nggak berubah, masih perhatian. Lalu kenapa Ambar malah canggung dengan laki-laki melankolis ini.
“Mau minum apa?’, tanya Danan sambil mempersilahkan aku duduk.
“Gak usah repot-repot, aku Cuma sebentar kok”.
“Gak boleh sebentar!!!”, perintahnya.
“Kenapa??”.
“Aku butuh kamu, Ra”.

Hasil jepretanku